ASAS-ASAS DALAM HUKUM DI INDONESIA
I.
ASAS – ASAS PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN.
1. Asas
setiap orang dianggap telah mengetahui undang – undang setelah diundangkan
dalam lembaran negara.
2. Asas
Non Retro aktif. Suatu undang-undang tidak boleh berlaku surut
3. Lex
spesialis derogat lex generalis. Undang-undang yang bersifat khusus
mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.
4. Lex
posteriori derogat legi priori. Undang-undang yang lama dinyatakan tidak
berlaku apabila ada undang-undang yang baru yang mengatur hal yang sama.
5. Lex
Superior derogat legi inforiori. Hukum yang lebih tinggi derajatnya
mengesampingkan hukum / peraturan yang derajatnya dibawahnya.
6. UU
Tidak dapat diganggu gugat, artinya siapapun tidak boleh melakukan uji material
atas isi undang-undang, kecuali oleh Mahkamah Konstitusi.
II.
ASAS-ASAS YANG DIANUT DALAM UUD 1945.
1. Asas
Kekeluargaan. Terdapat dalam Pasal 33 ayat ( 1 ) UUD 1945.
2. Asas
.Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Asas
Pembagian Kekuasaan. Kekuasaan dibagi atas Kekuasaan Legislatif ( DPR ),
Kekuasaan Eksekutif ( Pemerintah ) dan Kekuasaan Yudikatif ( Kehakiman ).
4. Asas
Negara Hukum dengan prinsip Rule of Law. Dengan ciri-cirinya adalah : Pengakuan
dan Perlindungan HAM, Peradilan yang bebas dan legalitas dalam segala
bentuknya.
5. Asas
Kewarganegaraan.
Ius Sanguinis : menetapkan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan atas keturunan / pertalian darah.
Ius Solli : menetapkan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat / negara kelahirannya.
III.
ASAS – ASAS YANG BERLAKU DALAM HUKUM PIDANA DAN
HUKUM ACARA PIDANA.
1.
Asas Legalitas Suatu perbuatan merupakan suatu tindak
pidana apabila telah ditentukan sebelumnya oleh undang-undang / seseorang dapat
dituntut atas perbuaatannya apabila perbuatan tersebut sebelumnya telah
ditentukan sebagai tindak pidana oleh hukum / undang-undang
2.
Asas Culpabilitas. Nulla poena sine culpa, artinya
tiada pidana tanpa kesalahan.
3.
Asas Opportunitas. Penuntut umum berwenang untuk tidak
melakukan penuntutan dengan pertimbangan demi kepentingan umum.
4.
Asas Presumption of Innocence ( Praduga tak bersalah ).
Seseorang harus dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan bersalah oleh
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5.
Asas in dubio pro reo. Dalam hal terjadi keragu –
raguan maka yang diberlakukan adalah peraturan yang paling menguntungkan
terdakwa.
6.
Asas Persamaan dimuka Hukum. Artinya setiap orang harus
diperlakukan sama didepan hukum tanpa membedakan suku, agama, pangkat , jabatan
dan sebagainya.
7.
Asas Perintah tertulis dari yang berwenang. Artinya
bahwa setiap penangkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus
dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh
UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh UU.
8.
Asas Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta
bebas, jujur dan tidak memihak. Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak
berbelit – belit dan untuk melindungi hak tersangka guna mendapat pemeriksaan
dengan cepat agar segera didapat kepastian hukum. ( Pasal 24 dan 50 KUHAP).
9.
Asas harus hadirnya terdakwa. Pangadilan dalam
memeriksa perkara pidana harus dengan hadirnya terdakwa.
10. Asas
Terbuka untuk Umum. Sidang pemeriksaan perkara pidana harus terbuka untuk umum,
kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti perkara kesusilaan,
sidang tertutup untuk umum tetapi pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam
sidang yang terbuka untuk umum.
11. Asas
Bantuan Hukum. Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi kesempatan
untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan pembelaan
dirinya ( Pasal 35 dan 36 UU No.14 Tahun 1970 yo Pasal 54, 55 dan 56 KUHAP).
12. Putusan
Hakim harus disertai alasan-alasan. Semua putusan harus memuat alasan-alasan
yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini harus mempunyai nilai yang
obyektif.
13. Asas
Nebis in idem. Seseorang tidak dapat dituntut lagi karena perbuatan yang sudah
pernah diajukan kemuka pengadilan dan sudah mendapat putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap.
14. Asas
Kebenaran Material. ( kebenaran dan kenyataan ). Pemeriksaan dalam perkara
pidana, tujuannya untuk mengatahui apakah faktanya / senyatanya benar-benar
telah terjadi pelanggaran / kejahatan.
15. Asas
ganti rugi dan rehabilitasi. Hak bagi tersangka / terdakwa / terpidana untuk
mendapatkan ganti rugi / rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya sejak
dalam proses penyidikan. Diatur dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP.
IV.
ASAS – ASAS DALAM HUKUM PERDATA DAN HUKUM ACARA
PERDATA.
1.
Asas Hukum Benda merupakan Dwingendrecht. Hak – hak
kebendaan tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah
ditentukan dalam dalam undang – undang. Dengan lain perkataan, kehendak para
pihak itu tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan.
2.
Asas Individualiteit. Obyek hak kebendaan selalu
merupakan barang yang individueel bepaald, yaitu barang yang dapat ditentukan .
Artinya seseorang hanya dapat memiliki barang yang berwujud yang merupakan
kesatuan.
3.
Asas Totaliteit. Seseorang yang mempunyai hak atas
suatu barang maka ia mempunyai hak atas keseluruhan barang itu / bagian-bagian
yang tidak tersendiri.
4.
Asas Onsplitsbaarheid ( tidak dapat dipisahkan ).
Pemisahan dari zakelijkrechten tidak diperkenankan, tetapi pemilik dapat
membebani hak miliknya dengan iura in realiena, jadi seperti melepaskan
sebagian dari wewenangnya.
5.
Asas Vermenging ( asas percampuran ). Seseorang tidak
akan untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai atau hak memungut hasil
atas barang miliknya sendiri.
6.
Asas Publiciteit. Dalam hal pembebanan tanggungan atas
benda tidak bergerak (Hipotik ) maka harus didaftarkan didalam register umum.
7.
Asas Spesialiteit. Hipotik hanya dapat diadakan atas
benda – benda yang ditunjuk secara khusus ( letaknya, luasnya, batas-batasnya
).
8.
Asas Reciprositas. Seorang anak wajib menghormati orang
tuanya serta tunduk kepada mereka dan orang tua wajib memelihara dan
membesarkan anaknya yang belum dewasa sesuai dengan kemampuannya masing-masing
( Pasal 298 BW , dan seterusnya ).
9.
Asas Kebebasan berkontrak ( freedom of conctract /
beginsel der contractsvrijheid ). Para pihak berhak secara bebas membuat
kontrak dan mengatur sendiri isinya sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
10. Asas
Pacta Sunt Servanda ( janji itu mengikat ). Suatu perjanjian berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
11. Asas
Konsensualitas. Suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika telah tercapai
kesepakatan para pihak dan sudah memenuhi sayarat sahnya kontrak.
12. Asas
Batal Demi Hukum. Suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu batal
demi hukum apabila tidak memenuhi syarat obyektif.
13. Asas
Kepribadian. Suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang hanya boleh melakukan
perjanjian untuk dirinya sendiri.
14. Asas
Canselling. Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi
syarat subyektif dapat dimintakan pembatalan.
15. Asas
Actio Pauliana. Hak kreditur untuk mengajukan pembatalan terhadap segala
perbuatan yang tidak perlu dilakukan oleh debitur yang merugikannya.
16. Asas
Persamaan. Para kreditor mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat terhadap
barang-barang milik debitor.
17. Asas
Preferensi. Para kreditor yang memegang hipotik, gadai dan privelegi diberi hak
prseferensi yaitu didahulukan dal;am pemenuhan piutangnya. Asas ini merupakan
penyimpangan dari asas persamaan.
18. Zakwaarneming
( 1345 BW ). Asas dimana seseorang yang melakukan pengurusan terhadap benda
orang lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan, maka ia wajib
mengurusnya sampai tuntas.
19. Asas
Droit invialablel et sarce. Hak milik tidak dapat diganggu gugat.
20. Asas
Kepentingan. Dalam setiap perjanjian pertanggungan ( asuransi ) diharuskan
adanya kepentingan ( Insurable interest – Pasal 250 KUHD ).
21. Asas
Monogami. Dalam suatu perkawinan seorang laki – laki hanya boleh memiliki
seorang perempuan sebagai isterinya dan seorang perempuan hanya boleh memiliki
seorang suami.
22. Asas
Hakim bersifat menunggu. Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan
sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Hakim hanya menunggu saja.
23. Asas
Hakim Pasif. Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim
untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang breperkara dan
bukan oleh hakim.
24. Asas
Mendengar Kedua belah pihak. Didalam hukum acara perdata, kedua belah pihak
harus diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama.
25. Asas
beracara dikenakan biaya. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya materai
dan biaya untuk pemberitahuan para pihak. Namun bagi pihak yang tidak mampu
berdasarkan keteranganyang berwenang dapat berperkara tanpa biaya ( Prodeo ).
26. Asas
Actor Sequitur Forum Rei. Gugatan harus diajukan ditempat dimana tergugat
bertempat tinggal.
27. Asas
Gugatan Balasan, dapat diajukan dalam tiap perkara ( Pasal 132 a HIR ).
28. Unus
Testis Nullus Testis. Satu saksi bukan sanksi, maksudnya keterangan seorang
saksi harus dilengkapi dengan bukti-bukti lain.
V.
ASAS – ASAS DALAM HUKUM TATA NEGARA.
1.
Asas Ius Sanguinis. Untuk menentukan kewarga negaraan
seseorang berdasarkan pertalian darah atau keturunan dari orang yang
bersangkutan.
2.
Asas Ius Soli. Menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan tempat / negara dimana orang tersebut dilahirkan.
3.
Asas Bipatride. Asas dimana seseorang dimungkinkan
mempunyai kewarganegaraan rangkap.
4.
Asas Apatride. Seseorang sama sekali tidak memiliki
kewarga negararaan.
5.
Asas Desentralisasi. Asas dimana urusan Pemerintahan
yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah, sepenuhnya menjadi
tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah yang bersangkutan.
6.
Asas Dekonsentralisasi. Asas dimana Urusan Pemerintah
Pusat yang tidak dapat diserahkan kepada pemerintah daerah dilakukan oleh
perangkat pemerintah pusat didaerah yang bersangkutan.
7.
Asas Medebewind ( Tugas Pembantuan ). Penentuan
kebijaksanaan, perencanaan dan pembiayaan tetap ditangan pemerintah pusat tetapi
pelaksanaannya ada pada pemerintah daerah.
8.
Asas Welfare state ( negera kesejahteraan ). Pemerintah
Pusat bertugas menjaga keamanan dalam arti seluas-luasnya dengan mengutamakan
kesejahteraan rakyat.
9.
Asas Priorrestraint ( kendali dini ). Suatu asas yang mempunyai
makna pencegahan untuk mengadakan unjuk rasa setelah memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan.
10. Asas
Non Lisensi, yaitu suatu asas yang lebih terkait dengan kemerdekaan atau
kebebasan menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan.
11. Asas
Naturalisasi ( pewarganegaraan ). Suatu asas dimana seseorang yang telah dewasa
dapat mengajukan permohonan menjadi warga negara ( Indonesia ) melalui
Pengadilan Negeri.
VI.
ASAS – ASAS DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.
1.
Asas Ne Bis Vexari Rule. Merupakan asas yang menghendaki
agar setiap tindakan administrasi negara harus didasarkan atas undang – undang
dan hukum.
2.
Asas Principle of legality ( kepastian hukum ). Asas
yang menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan
keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
3.
Principle of proportionality ( asas keseimbangan ).
Asas yang menghendaki proporsi yang wajar dalam penjatuhan hukuman bagi pegawai
yang melakukan kesalahan.
4.
Principle of equality ( asas Kesamaan dalam pengambilan
keputusan ). Dalam menghadapi suatu kasus dan fakta yang sama, seluruh alat
administrasi negara harus dapat mengambil keputusan yang sama.
5.
Principle of Carefness ( asas bertindak cermat ). Asas
yang menghendaki agar administrasi negara senantiasa bertindak hati-hati agar
tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
6.
Principle of Motivation ( asas motifasi untuk setiap
keputusan ). Dalam mengambil suatu keputusan, pejabat administrasi negara /
pemerintah harus bersandar pada alasan / motifasi yang kuat, benar, adil dan
jelas.
7.
Principle of non Minuse of Competence (asas jangan
mencampur adukkan kewenangan ). Dalam pengambilan suatu keputusan, pejabat
administrasi negara jangan menggunakan kewenangan atau kekuasaan.
8.
Principle of Fair Play ( Asas Permainan yang layak ).
Agar Pejabat Pemerintah / administrasi negara memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada warga negara / masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang benar dan adil.
9.
Principle of Resonable or Prohibition of Arbitrariness.
( Asas Kewajaran dan keadilan ). Dalam melakukan tindakan, pemerintah tidak
boleh berlaku sewenang-wenang atau berlaku tidak wajar / layak.
10. Principle
of meeting Raised Expectation ( Menanggapi harapan yang wajar ). Asas yang
menghendaki agar pemerintah dapat menimbulkan pengharapan-pengharapan yang wajar
bagi kepentingan rakyat.
11. Principle
of undoing the Consequence of annule Decision. Asas yang meniadakan
akibat-akibat dari Pembatalan suatu keputusan.
12. Principle
of Protecting the personal way of life. Asas perlindungan terhadap Pandangan
hidup setiap pribadi.
13. Principle
of public service ( asas Penyelenggaraan kepentingan umum ). Agar pemerintah
dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum.
14. Asas
Kebijaksanaan ( Sapientia ). Pejabat Administrasi negara senantiasa harus
selalu bijaksana dalam melaksanakan tugasnya.
VII.
ASAS – ASAS PERADILAN ADMINISTRASI.
1.
Asas Kesatuan Beracara. Untuk menegakkan hukum
material, maka harus ada kesatuan atau keseragaman beracara bagi peradilan
administrasi diseluruh wilayah negara.
2.
Asas Keterbukaan Persidangan. Pada asasnya sidang
terbuka untuk umum, kecuali apabila sengketa yang disidangkan menyangkut
ketertiban umum atau berkaitan dengan keselamatan negara, tetapi putusannya
tetap dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
3.
Asas Musyawarah dan Perdamaian. Asas ini memungkinkan
para pihak untuk bermusyawarah guna mencapai perdamaian diluar persidangannya.
Konsekwensinya Penggugat mencabut gugatannya. Apabila pencabutan gugatan ini
dikabulkan , maka Hakim ( Ketua Majelis ) memerintahkan kepada Panitera untuk
mecoret gugatan dari register perkara. Perintah pencoretan ini harus diucapkan
dalam persidangan yang terbuka untuk umum.
4.
Asas Hakim Aktif. Untuk menemukan kebenaran materiil
atas sengketa yang diperiksanya maka hakim berperan aktif.
5.
Asas Pembuktian Bebas. Hakim tidak terikat terhadap
alat bukti yang diajukan para pihak dan penilaian pembuktian diserahkan
sepenuhnya kepada hakim. Hakim dapat menguji aspek lainnya diluar sengketa.
6.
Asas Audit Et Alteram Partem. Asas ini mewajibkan pada
hakim untuk mendengar kedua belah pihak secara bersama-sama, termasuk dalam hal
kesempatan memberikan alat-alat bukti dan menyampaikan kesimpulan. Asas ini
merupakan implementasi asas persamaan.
7.
Asas Het Vermoeden van Rechtmatigheid atau Presumtio
Justea Causa. Asas ini menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan
tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum,
karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya
dan belum dinyatakan oleh Hakim Administrasi sebagai keputusan yang bersifat
melawan hukum.
8.
Asas Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan
Pemeriksaan Segi Doelmatigheid. Hakim tidak boleh atau dilarang melakukan
pengujian dari segi Kebijaksanaan (doelmatigheid) suatu keputusan yang
disengketakan meskipun Hakim tidak sependapat dengan keputusan tersebut,
sebatas keputusan itu bukan merupakan keputusan yang bersifat sewenang-wenang (
willikeur / a bus de droit ). Jadi Hakim hanya berwenang memeriksa segi
rechmatigheid suatu keputusan tata usaha negara, karena hal itu berkaitan
dengan asas legalitas dimana setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas
hukum.
9.
Asas Pengujian Ex tune. Pengujian Hakim Peradilan
Administrasi hanya terbatas pada fakta – fakta atau keadaan hukum pada saat
keputusan tata usaha negara dikeluarkan.
10. Asas
Kompensasi. Pemulihan hak-hak penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat dan
martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum adanya keputusan
yang disengketakan.Apabila Tergugat tidak mungkin dikembalikan pada jabatan
semula maka dapat ditempuh cara lain dengan membayar sejumlah uang atau bentuk
kompensasi lainnya.
11. Asas
Putusan Bersifat Erga Omnes. Putusan Hakim Peradilan administrasi mempunyai
kekuatan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan yang mungkin
timbul dimasa datang.
12. Asas
Netral. Peradilan Administrasi harus bebas dan merdeka.
13. Asas
Sederhana, Cepat, Adil, Mudah dan Murah. Maksudnya, prosedur beracara
dirumuskan dengan sederhana dan mudah dimengerti serta tidak berbelit-belit,
dengan biaya yang ringan yang terjangkau oleh pencari keadilan.
14. Asas
Negara Hukum Indonesia. Eksistensi Peradilan Administrasi merupakan perwujudan
dari cita-cita negara hukum dan salah satu unsur Negara Hukum adalah Peradilan
Administrasi.
VIII.
ASAS – ASAS DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM
PERDATA INTERNASIONAL.
1.
Asas Independent ( kemerdekaan ). Suatu Negara berdiri
sendiri, merdeka dari dari negara lainnya.
2.
Asas Exteritorial. Seorang Diplomat / Duta yang
ditugaskan disuatu negara harus dianggap berada diluar wilayah negara dimana
dia ditempatkan tersebut.
3.
Asas Souvereignity. Kedaulatan suatu negara mempunyai
kekuasaan yang tertinggi.
4.
Asas Receprocitet. Apabila suatu negara menerima duta
dari negara sahabat, maka negara itu juga harus mengirimkan dutanya.
5.
Asas Statuta mixta. Dalam menghukum suatu perbuatan,
digunakan hukum negara dimana perbuatan itu dilakukan.
6.
Asas Personalitas. Asas untuk menentukan status
personal pribadi seseorang yang berlaku baginya adalah Hukum Nasionalnya /
negaranya ( Lex Partriae ).
7.
Asas Teritorialitas. Yang berlaku bagi seseorang adalah
hukum negara dimana dia berdomilisi ( Lex domicili ).
8.
Mobilia Personam Sequuntur. Status hukum benda-benda
bergerak mengikuti status hukum orang yang menguasainya.
9.
Lex Rei Sitae, Lex Situs. Status hukum benda tidak
bergerak / tetap, tunduk kepada hukum dimana benda itu berada (Statuta
realita).
10. Lex
Loci Contractus.. Dalam Perjanjian Perdata Internasional, hukum yang berlaku
adalah hukum negara dimana perjanjian dibuat.
11. Lex
Loci Solotionis. Hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana perjanjian itu
dilaksanakan.
12. Lex
Loci Delicti Commissi. Apabila terjadi perbuatan melanggar hukum / wan
prestasi, maka yang berlaku adalah hukum negara dimana penyelewengan perdata
itu terjadi.
13. Lex
Fori. Dalam hal terjadi penyelewengan perdata, hukum yang berlaku adalah hukum
negara dimana perkara diadili.
14. Lex
Loci Actus. Berlaku hukum dimana dilakukannya suatu perbuatan hukum.
15. Lex
Partriae. Hukum yang berlaku bagi para pihak atau salah satu pihak dalam
berperkara adalah Hukum kewarganegaraannya.
16. Lex
Locus Delicti. Hukum yang berlaku untuk menyelesaikan suatu perkara adalah
hukum dimana perbuatan hukum tersebut dilakukan.
17. Lex
Causae. Hukum yang akan dipergunakan adalah hukum yang berlaku bagi persoalan
pokok ( pertama ) yang mendahului persoalan yang akan diselesaikan kemudian.
18. Lex
Actus. Hukum dari negara yang mempunyai hubungan erat dengan transaksi yang
dilakukan.
19. Lex
Originis. Ketentuan hukum mengenai status dan kekuasaan atas subyek hukum tetap
berlaku diluar negeri.
20. Lex
Loci Celebrationis. Syarat formalitas berlangsungnya perkawinan, berlaku hukum
dari negara dimana perkawinan dilangsungkan. ( locus regit actum ).
21. Monogami.
Asas dalam suatu perkawinan dimana seorang laki-laki hanya boleh memiliki
seorang perempuan sebagai isteri dan seorang perempuan hanya boleh memiliki
seorang suami.
22. Poligami.
Asas dimana dalam suatu perkawinan seorang laki-laki diperbolehkan memiliki
lebih dari seorang isteri.
23. Resiprositas.
Asas Timbal balik / Pembalasan. Ini biasanya berlaku dalam hal hak dan kewjiban
suatu negara terhadap negara lain.
IX.
ASAS – ASAS DALAM HUKUM ADAT.
1.
Asas Communal ( sifat kebersamaan ). Manusia menurut
hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat dengan rasa
kebersamaan meliputi seluruh lapangan hukum adat.
2.
Mempunyai sifat yang sangat Visuil. Artinya,
hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan
suatu ikatan yang dapat dilihat. ( tanda yang kelihatan ).
3.
Bersifat serba kongkrit. Hukum adat sangat
memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan-perhubungan dalam
hidup yang kongkrit. Sistem hukum adat mempergunakan bentuk perhubungan hukum
yang serba kongkrit, misalnya bagaimana keadaan teman-teman dalam kelompok
masyarakat, perhubungan perkawinan antara dua klan yang eksogen, perhubungan
jual beli pada perjanjian atas tanah dan sebagainya.
X.
ASAS – ASAS DALAM HUKUM PAJAK.
1.
Asas Legal. Setiap pungutan pajak harus didasarkan atas
undang-undang.
2.
Asas Domisili ( tempat tinggal ). Negara dimana
seseorang ( wajib pajak ) berkediaman, berhak mengenakan pajak terhadap wajib
pajak tersebut dari semua pendapatan dimana saja didapat.
3.
Asas Sumber. Cara pemungutan pajak yang tergantung atau
didasarkan pada adanya sumber disuatu negara. Negara dimana sumber – sumber
penghasilan itu berada, berhak memungut pajak, dengan tidak mengingat dimana
wajib pajak berada.
4.
Asas kepastian hukum. Hakekat perpajakan tidak
menimbulkan pengertian ganda agar tidak menimbulkan kesempatan untuk melakukan
penyimpangan.
5.
Asas Sederhana. Peraturan perpajakan haruslah
sederhana/ simpel sehingga tidak bisa terjadi berbagai penafsiran.
6.
Asas Adil. Pajak ditekankan pada keadilan, dengan
membebankan pajak sesuai daya pikul masyarakat.
7.
Asas Ekonomis, effisien. Pajak dipungut untuk membangun
sarana-sarana bagi kepentingan masyarakat ( kurang mampu ) . Dan dengan biaya
pungutan yang serendah-rendahnya.
8.
Asas Non Distorsi. Pajak tidak boleh menimbulkan
distorsi ekonomi, inflasi, psikologikal effeck dan kerusakan-kerusakan.
XI.
ASAS – ASAS DALAM HUKUM AGRARIA.
1.
Asas Dikuasai oleh Negara. Asas ini didasarkan pada
Pasal 31 ayat (3) yo Pasal 2 UUPA, yang menyatakan bahwa bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya “dikuasai” oleh
negara. Dikuasai artinya berbeda dengan “dimiliki”.
2.
Asas Hak Milik Berfungsi Sosial. Maksudnya penggunaan
tanah hak milik tetap harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada
haknya, hingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi pemilik
maupun bagi masyarakat luas ( dianut dalam UUPA ).
No comments:
Post a Comment